Petunjuk

About Me

Reader adalah bagian dari Spirit_Forty five

Negara Pengunjung

Followers

Penjelajah Jaringan

Jam

Buku Tamu


ShoutMix chat widget

Menghapus Curiga Jakarta-Canberra

Rabu, 10 Maret 2010
Menghapus Curiga Jakarta-Canberra
KOMPAS.com - Hari ini, Rabu (8/3/2010), ketika Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pidato di Parlemen Australia, ia akan menjadi presiden pertama dari Indonesia yang memperoleh kesempatan itu. Sangat jarang seorang pemimpin negara atau pemerintahan yang memperoleh kesempatan serupa.

Selama beberapa tahun terakhir, seingat saya baru tiga pemimpin negara yang memperoleh kesempatan pidato di parlemen. Yang saya ingat adalah Perdana Menteri Kanada Stephen Harper pada September 2007. Dua pemimpin lain adalah Presiden AS George W Bush dan pemimpin China Hu Jintao,” komentar Steve Lewis, wartawan politik dari News Limited, Australia, Senin di Sydney.
Bahkan, koran The Sydney Morning Herald edisi Senin menulis, ”Presiden menyampaikan pidato bersejarah di hadapan lebih dari 220 anggota Parlemen dan Senator di Gedung Parlemen.”
Inilah kunjungan ketiga selama masa pemerintahan Presiden Yudhoyono, yang dimulai tahun 2004: kunjungan pertama pada bulan April 2005, kedua September 2007, dan ketiga Maret 2010 ini yang semestinya dilaksanakan pada November 2009.
Greg Earl, editor Asia Pasifik, koran The Australian Financial Review, juga menyebut kunjungan Yudhoyono ini istimewa. Para pendahulunya, Presiden Soeharto dan Presiden Abdurrahman Wahid hanya sekali. “Sungguh ini istimewa. Tiga kali dia berkunjung ke Australia. Ini normalkah?” katanya.
Sebegitu pentingkah Australia bagi Indonesia sehingga dalam tempo lima tahun tiga kali dikunjungi? Pertanyaan lain diajukan oleh Hamish McDonald, editor Asia Pasifik koran The Sydney Morning Herald. ”Mengapa kunjungan dilakukan saat ini, menjelang kunjungan Presiden AS Barack Obama ke Indonesia?” Wajar pertanyaan itu diajukan karena bulan Maret ini, Obama mengunjungi Indonesia dan Australia selama ini adalah sekutu dekat AS. Adakah kaitannya antara keduanya?
Apakah pernyataan Presiden dalam kunjungan pertamanya menjawab pertanyaan itu? Lima tahun lalu, ia mengatakan, ”Saya ingin hal ini menjadi jelas bahwa terciptanya hubungan yang baik, stabil dengan Australia merupakan prioritas pemerintahan saya.” Pernyataan itu bisa dibaca bahwa hubungan bilateral Indonesia dan Australia amat penting dan strategis.
Waktu itu, Kevin Rudd, yang baru saja menjadi PM Australia juga menyatakan tekadnya untuk mengubah politik luar negeri Australia dengan tujuan untuk memperkokoh fondasi hubungan bilateral Indonesia-Australia. Pernyataan Kevin Rudd itu disambut Yudhoyono dengan mengatakan, perlunya diciptakan comprehensive partnership (kemitraan komprehensif).
Yudhoyono mengatakan, kemitraan komprehensif merupakan konsekuensi logis hubungan bilateral yang telah terangkai lama dan kini memasuki era hubungan bilateral lebih kompleks, penuh tantangan, tetapi memiliki prospek yang amat menjanjikan bagi hubungan kedua negara yang lebih konstruktif.
Kemitraan komprehensif ini merupakan kerangka kerja luas bagi kedua negara. Tujuannya adalah untuk lebih saling menanamkan kepercayaan dalam merumuskan format hubungan luar negeri dan bisa menjadi kendali bagi masa depan hubungan bilateral. Dengan kerangka kemitraan komprehensif ini, kedua negara dapat lebih menekankan kesamaan kepentingan bersama ketimbang menekankan perbedaan.
Saling curiga
Sesungguhnya hubungan Jakarta-Canberra selama ini mengalami pasang surut. Kemajuan kerja sama di banyak bidang politik-pertahanan, ekonomi, dan pendidikan (saat ini ada sekitar 25.000 mahasiswa Indonesia di Australia) seolah tenggelam di tengah pasang surut, episode-episode kasus pemberian visa bagi warga Papua, Schapelle Corby, nelayan yang ditangkap, travel warning, terorisme, human trafficking, manusia perahu, nelayan pelintas batas, dan yang mungkin terbaru adalah soal film Balibo.
Sebenarnya di tingkat elite politik, hubungan kedua negara tidak menjadi masalah. Menurut Steve Lewis, diberikannya kesempatan Presiden pidato di parlemen menunjukkan dekatnya hubungan kedua negara. ”Indonesia adalah mitra dekat Australia. Banyak keuntungan yang akan didapat dengan menyampaikan pidato di parlemen,” katanya,
Greg Sheridan, Editor Luar Negeri dari The Australian Newspaper juga berpendapat serupa. ”Kunjungan kali ini penting. Apalagi, Yudhoyono populer di Australia. Indonesia adalah simbol negara demokrasi baru,” katanya.
Akan tetapi, pendapat di tingkat elite politik tidak sepenuhnya mencerminkan pendapat masyarakat. Paling tidak laporan Lowy Institute for International Policy, sebuah lembaga riset di Australia, yang dikutip koran-koran Australia hari Senin lalu mengungkapkan adanya ketidakpercayaan publik dan stereotip di kedua negara.
Fergus Hanson, penulis laporan itu, menyatakan, hubungan Australia dan Indonesia stagnan karena adanya kesalingcurigaan publik. Hal itu terjadi lantaran munculnya isu-isu seperti manusia perahu dan pemenjaraan orang-orang Australia karena kasus narkoba di Indonesia. Selain itu juga masalah terorisme yang muncul setelah bom Bali.
Lalu, apa yang harus dilakukan untuk menciptakan hubungan bilateral yang baik antarkedua negara? Fergus Hanson menjawab, perlu ada perubahan kepemimpinan secara dramatik untuk meningkatkan rasa saling percaya. Tentu di kedua belah pihak. Dan, pidato Presiden Yudhoyono di parlemen hari ini semoga menjadi awal lembaran baru terciptanya hubungan dua negara yang dinamis, ramah, toleran, saling memahami, dan saling percaya.
Trias Kuncahyono dari Sydney, Australia

0 komentar:

Posting Komentar

banner125125 d'famous_125x125 ads_box ads_box ads_box
 

Jumlah Pengunjung

Label

Archive